Pekanbaru – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperdalam penyidikan kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid. Setelah melakukan penggeledahan di Kantor Gubernur Riau pada Senin (10/11/2025), penyidik turut membawa Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Syahrial Abdi, dan Kepala Bagian Protokol, Raja Faisal Febrinaldi, untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan pemeriksaan tersebut sebagai bagian dari upaya memperdalam proses penyidikan.
“Penyidik meminta keterangan lebih lanjut dari Sekda dan Kabag Protokol,” ujar Budi, Selasa (11/11/2025).
Menurut Budi, pemeriksaan ini berkaitan dengan pengusutan perkara dugaan pemerasan, pemotongan, dan gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e, 12 huruf f, dan 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
KPK Tetapkan Gubernur Riau sebagai Tersangka
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka. Selain itu, status serupa juga disematkan kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, Muhammad Arief Setiawan, serta Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam.
Dari hasil penggeledahan, penyidik mengamankan sejumlah dokumen serta barang bukti elektronik (BBE) yang diduga terkait dengan pengelolaan dan penggunaan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
“Penyitaan barang bukti dan permintaan keterangan dari berbagai pihak sangat penting untuk membantu penyidik dalam membuat terang perkara ini,” jelas Budi dalam keterangan tertulisnya.
Ia menambahkan, penggeledahan dan pemeriksaan tersebut merupakan langkah paksa yang diatur dalam KUHAP sebagai bagian dari pengumpulan alat bukti yang relevan.
KPK Imbau Pejabat Riau Kooperatif
Budi juga mengimbau agar seluruh pihak yang dimintai keterangan bersikap kooperatif dan mendukung proses hukum yang tengah berjalan.
“Dalam proses penanganan perkara ini, KPK mengimbau agar para pihak kooperatif dan masyarakat Provinsi Riau untuk terus aktif dalam mendukung efektivitas penegakan hukum dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” kata Budi.
KPK berharap dukungan masyarakat dapat mempercepat proses pengungkapan kasus yang melibatkan pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau ini.
Kronologi Kasus: Dari “Fee Proyek” hingga OTT
Kasus korupsi ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK di Pekanbaru pada Senin (3/11/2025). Dalam operasi itu, tim mengamankan 10 orang, termasuk Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP, Sekretaris Dinas, beberapa Kepala UPT Wilayah, dan tenaga ahli gubernur.
Setelah diperiksa secara intensif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, tiga orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka: Abdul Wahid, Muhammad Arief Setiawan, dan Fani M. Nursalam.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan kasus ini bermula dari pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR PKPP, Ferry Yunanda, dan enam Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP pada Mei 2025. Pertemuan itu membahas kesanggupan memberikan fee sebesar 2,5 persen kepada Gubernur Abdul Wahid atas penambahan anggaran proyek tahun 2025.
Anggaran Dinas PUPR-PKPP yang semula senilai Rp71,6 miliar naik menjadi Rp177,4 miliar, atau bertambah Rp106 miliar. Hasil pembahasan tersebut kemudian dilaporkan ke Kepala Dinas PUPR-PKPP, Muhammad Arief Setiawan, yang justru menaikkan fee menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar.
“Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” ungkap Johanis.
Aliran Uang Miliaran Rupiah
Dari hasil penyidikan, ditemukan adanya beberapa kali setoran fee kepada Abdul Wahid.
-
Juni 2025, Ferry Yunanda mengumpulkan uang Rp1,6 miliar dari para Kepala UPT, dengan Rp1 miliar diserahkan kepada Abdul Wahid melalui Dani M. Nursalam, dan Rp600 juta kepada kerabat Muhammad Arief Setiawan.
-
Agustus 2025, Ferry kembali mengepul Rp1,2 miliar yang dibagikan untuk berbagai keperluan internal dinas, termasuk Rp300 juta untuk driver Muhammad Arief Setiawan.
-
November 2025, Kepala UPT Wilayah 3 kembali mengumpulkan Rp1,25 miliar, dengan Rp450 juta diserahkan melalui Muhammad Arief Setiawan dan Rp800 juta diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
“Total penyerahan pada Juni hingga November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar,” kata Johanis, Rabu (5/11/2025).
KPK juga menemukan bukti bahwa uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pribadi dan perjalanan luar negeri. Dari rumah dinas Abdul Wahid di Jakarta Selatan, penyidik menemukan 9.000 poundsterling dan 3.000 dolar AS, yang jika dikonversi mencapai Rp800 juta.
“Total yang diamankan dari rangkaian kegiatan tangkap tangan ini senilai Rp1,6 miliar,” tambah Johanis.
KPK Terus Dalami Dugaan Gratifikasi
KPK memastikan akan terus mengembangkan penyidikan kasus ini, termasuk menelusuri aliran dana ke pihak lain di lingkungan Pemprov Riau. Sejumlah pejabat, termasuk Sekdaprov dan Kabag Protokol, telah dimintai keterangan guna memperkuat alat bukti.
Kasus ini menambah daftar panjang korupsi kepala daerah di Indonesia yang melibatkan modus fee proyek dan penyalahgunaan anggaran publik.



